Mencari Kebenaran Ilmiah

Tulisan Pak Koesoema dibawah inimenggugah kita untuk terus mencari kebenaran. Perlu diingat bahwa kebenaran science pasti akan sementara. Hampir semua scientist akan mencoba mengungkap kebenaran versi dirinya. Perjalanan yang saya beri judul “Mencari Kebenaran Ilmiah” ini dicatat Pak Koesoemadinata dibawah ini dalam pengungkapan fakta terlahirnya Lusi (Lumpur Sidorajo.

Mencari Kebenaran ilmiah

oleh Prof Dr RP. Koesoemadinata

Saya kagum atas keteguhan dari Sdr. Awang ini dalam mempertahankan pendapat ilmiahnya. Ini mengingatkan saya pada A.A. Meyerhoff, salah seorang editor AAPG tahun 70-han yang sangat terkenal sebagai geoscientist kaliber dunia, yang sampai akhir hayatnya (di tahun 90-an?) tidak dapat menerima teori Plate-tectonics, walaupun lebih dari 90 % (bahkan mungkin lebih dari 99%) geoscientist di seluruh dunia telah menerima plate-tectonics sebagai suatu fakta ilmiah atau kenyataan. Beliau bahkan sempat mempublikasikan suatu teori tandingan berjudul “Surge Tectonics” (yang dapat menerangkan gejala-gejala tektonik dunia yang kelihatannya hanya dapat dijelaskan dengan plate-tectonics) yang setelah ditolak oleh editor2 di majalah-majalah ilmiah terkemuka di dunia akhirnya diterbitkan pula oleh Journal of SE Asia Geosciences.

Apakah sebenarnya yang dinamakan kebenaran ilmiah? Walaupun science berusaha untuk mencapai kebenaran hakiki, namun pada hakekatnya kebenaran ilmiah adalah sesaat tergantung pada data-data hasil pengamatan yang ada pada waktu itu. Ini sudah masuk pada realm Philosophy of Science. Sebagaimana dikatakan Karl Popper, seorang science philosopher/historian, semua teori ilmiah akan tumbang pada sesuatu waktu dan akan digantikan oleh teori baru, karena science yang sehat harus selalu berusaha apa yang dia namakan sebagai ‘falsification’ Pelaku science harus terus menerus selalu berusaha menjatuhkan/menyalahkan (falsification) teori yang berlaku. Thomas S. Kuhn, (1962) seorang ahli fisika dan history of science terkenal dengan dengan bukunya “The Structure of Scientific Revolutions” dan pencetus istilah “paradigm” juga mengemukakan hal yang serupa, bahkan pada perioda apa yang dinamakannya sebagai ‘normal science’ terdapat selain teori tetapi juga suatu paradigm suatu set cara-cara dan metoda2 yang diterima oleh masyarakat ilmiah sebagai kebenaran.

Dengan demikian dalam science apa yang dianggap benar itu adalah teori ataupun ‘fakta’ yang dapat diterima oleh majoritas masyarakat ilmiah, bukan absolute truth. Jadi suatu teori atau gejala yang terus menerus muncul dan digunakan serta dikutip dalam publikasi ilmiah itulah yang dianggap benar karena telah diterima oleh masyarakat. Banyak teori yang menarik seperti kepunahan masal yang disebabkan benturan meteor atau juga disebut ‘neo-catastrophism’ kelihatannya belum terlihat dalam majalah-majalah ilmiah seperti AAPG, GSA, Geological Society, dan kelihatannya belum diterima oleh masyarakat ilmiah walaupun sudah banyak ditayangkan di National Geographic dan Discovery Channel. Juga Sequence Stratigraphy yang di industri migas ini sudah seolah-olah merupakan fakta yang diterima secara umum di tahun 80-an, namun masih banyak kalangan masyarakat akademis yang masih belum menerimanya, sebagaimana tercermin dalam International Stratigraphic Guide yang diterbitkan oleh International Stratigraphic Commision pada tahun 94, di mana Sequence Stratigraphy belum dicantumkan sebagai salah satu kategori satuan stratigrafi (Entah kalau sekarang)

Jadi suatu kebenaran ilmiah adalah sesuatu yang dapat diterima oleh majoritas masyarakat ilmiah pada suatu saat. Maka metoda jajak pendapat (voting) di antara para ahli adalah sah-sah saja untuk mengetahui pendapat yang didukung oleh majoritas sekelompok pakar yang terkemuka. (Ini mengingatkan saya pada debat Obama vs McCain, moderator perdebatan ini tidak memutuskan siapa yang memang, tetapi polling (jajak pendapat) dari berbagai media yang menunjukkan berapa persen dari pemirsa yang menyatakan Obama menang dan berapa persen yang menyatakan McCain menang). Dalam hal perdebatan ilmiah tentu saja tidak bisa polling dilakukan terhadap khalayak ramai yang awam akan ilmu yang diperdebatkan, tentu harus terhadap pakar yang mengikutinya. Sebaliknya saya kira suatu keputusan yang dikeluarkan oleh suatu instansi atau hasil suatu seminar sekelompok pakar yang terpilih/pantia perumus tidak dapat serta merta dinyatakan sebagai kebenaran ilmiah. Boleh jadi kesimpulan/keputusan itu sebetulnya tidak dapat diterima oleh majoritas masyarakat ilmiah yang mengikuti seminar itu. Suatu teori untuk dapat diterima oleh majoritas masyarakat ilmiah sering memerlukan waktu yang lama. Sebagai contoh teori plate-tectonics yang sekarang dianggap bukan lagi teori tetapi sebagai fakta ilmiah, konon katanya memerlukan waktu 50 tahun. Mungkin saja dalam waktu yang akan datang ada metoda yang dapat memperlihatkan keadaan bawah tanah Lusi sesudah ternjadi semburan lumpur yang memperlihatkan bahwa lumpur itu naik ke atas melalui sesar dan bukan melalui lubang bor, sehingga teori-nya Sdr. Awang dapat diterima oleh ‘overwhelming majority’ masyarakat ilmiah dalam forum AAPG yang sama 30 tahun mendatang. Tetapi Sdr. Awang tidak mau menunggu sampai 30 tahun lagi, mungkin harus cari forum internasional lagi tahun depan, di Jepang barangkali?

Ada juga yang berpendapat bahwa 42 orang itu tidak dapat mewakili majoritas para ahli di dunia, atau moderator-nya curang dan berat sebelah, dan oleh karenanya yang pro bencana alam memboikotnya dengan abstain.Tetapi kelihatannya ada juga yang tidak ikut boikot dan mengacungkan tangannya. Adanya kreativitas secarara spontan atas response penonton itu juga menunjukkan tidak ada rekayasa. Kalau begitu ya kita tunggu saja terjadinya perdebatan terus menerus pada forum internasional di berbagai negara di tahun-tahun mendatang sehingga semua yang berkepentingan puas (yang tidak mungkin tercapai). Mungkin akan memakan waktu 50 tahun juga. Sementara itu kita bisa juga memperhatikan berapa paper di majalah2 geosciences yang terkemuka yang akan merujuk pada paper-nya Davies atau papernya Mazzini. Di lain fihak saya yakin bahwa text-books yang akan datang mengenai drilling akan merujuk pada Lusi ini sebagai studi kasus apa akibatnya kalau prosedur tidak diikuti. Saya ucapkan kepada Sdr. Awang selamat berjuang mencari kebenaran

Tinggalkan komentar